Foto: AGI/ www.space.com
bernama Upper Atmospheric Research Satellite (UARS) yang telah menjadi sampah angkasa, akan jatuh ke Bumi. Dalam proses jatuh ke Bumi, satelit sebesar bus itu bisa tampak seperti bola api yang melintas.
"Kemungkinan jatuhnya pada lintasan 57 derajat lintang utara dan 57 derajat lintang selatan. Kalau kebetulan melintas dekat wilayah kita di ketinggian kritis (120 km) saat malam hari maka bisa terlihat seperti bola api yang melintas," ujar Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (23/9/2011).
Jika bola api yang merupakan satelit itu terlihat di Indonesia, bukan berarti UARS akan jatuh di Indonesia. Sebab benda dari ruang angkasa tidak jatuh tegak lurus melainkan turun sedikit demi sedikit karena mengitari Bumi.
"Kemungkinan jatuhnya pada lintasan 57 derajat lintang utara dan 57 derajat lintang selatan. Kalau kebetulan melintas dekat wilayah kita di ketinggian kritis (120 km) saat malam hari maka bisa terlihat seperti bola api yang melintas," ujar Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (23/9/2011).
Jika bola api yang merupakan satelit itu terlihat di Indonesia, bukan berarti UARS akan jatuh di Indonesia. Sebab benda dari ruang angkasa tidak jatuh tegak lurus melainkan turun sedikit demi sedikit karena mengitari Bumi.
"Sedikit demi sedikit seperti obat nyamuk. Ini karena satelit tidak jatuh terkontrol. Pengereman dilakukan oleh atmosfer," sambung Djamaluddin.
Saat UARS itu tampak di langit, terlihat seperti meteor. Jika melintasi Indonesia, seperti bintang yang bergerak cepat dari arah tenggara ke barat laut atau dari timur laut ke tenggara. "Tergantung orbitnya," ucap alumnus Universitas Kyoto, Jepang, ini.
Menurut space.com pada 21 September, tidak seperti bola api meteor yang saat melintas hanya terlihat beberapa detik, cahaya api dari jatuhnya komet ini berlangsung lebih lama. Satelit yang berada dalam ketinggian 80 km bergesekan dengan atmosfer sehingga menghasilkan cahaya dan panas. Itulah yang membuat satelit ini tampak seperti meteor.
Jika re-entry UARS terjadi pada malam hari, maka bisa menerangi langit dengan sinarnya yang cemerlang dan bersaing dengan cahaya bulan. Ketika terjadi pada siang hari, bagian yang berapi-api dari satelit juga mungkin terlihat.
Untuk sementara LAPAN menyimpulkan satelit itu tidak akan jatuh ke Indonesia. Namun LAPAN masih terus melakukan pemantauan. Sebab kesimpulan sementara ini dibuat dengan plus minus 15 jam. Artinya dalam kurun waktu tersebut bisa terjadi perubahan tergantung posisi satelit.
LAPAN melalui situsnya, http://foss.dirgantara-lapan.or.id/orbit/ pada Jumat (23/9) siang ini mengumumkan, pada 24 September 2011 pukul 06.35 WIB ketinggian UARS berada di bawah 122 km (umumnya ketinggian benda jatuh antariksa). Dengan ketinggian di bawah 122 km itu, satelit melintas mulai dari Samudera Pasifik, Meksiko, Samudera Atlantik, Eropa, Timur Tengah, Samudera Hindia lalu naik lagi di atas 150 km di selatan Australia. LAPAN memperkirakan UARS tidak melewati Indonesia hingga pukul 15.17 WIB.
Di waktu tersebut, ketinggian UARS sudah mencapai sekitar 54 km. Diperkirakan UARS sudah jatuh sebelum melewati Indonesia. "Kesimpulan sementara: Indonesia aman dari kejatuhan UARS," demikian LAPAN mengumumkan.
(vit/nrl)
Saat UARS itu tampak di langit, terlihat seperti meteor. Jika melintasi Indonesia, seperti bintang yang bergerak cepat dari arah tenggara ke barat laut atau dari timur laut ke tenggara. "Tergantung orbitnya," ucap alumnus Universitas Kyoto, Jepang, ini.
Menurut space.com pada 21 September, tidak seperti bola api meteor yang saat melintas hanya terlihat beberapa detik, cahaya api dari jatuhnya komet ini berlangsung lebih lama. Satelit yang berada dalam ketinggian 80 km bergesekan dengan atmosfer sehingga menghasilkan cahaya dan panas. Itulah yang membuat satelit ini tampak seperti meteor.
Jika re-entry UARS terjadi pada malam hari, maka bisa menerangi langit dengan sinarnya yang cemerlang dan bersaing dengan cahaya bulan. Ketika terjadi pada siang hari, bagian yang berapi-api dari satelit juga mungkin terlihat.
Untuk sementara LAPAN menyimpulkan satelit itu tidak akan jatuh ke Indonesia. Namun LAPAN masih terus melakukan pemantauan. Sebab kesimpulan sementara ini dibuat dengan plus minus 15 jam. Artinya dalam kurun waktu tersebut bisa terjadi perubahan tergantung posisi satelit.
LAPAN melalui situsnya, http://foss.dirgantara-lapan.or.id/orbit/ pada Jumat (23/9) siang ini mengumumkan, pada 24 September 2011 pukul 06.35 WIB ketinggian UARS berada di bawah 122 km (umumnya ketinggian benda jatuh antariksa). Dengan ketinggian di bawah 122 km itu, satelit melintas mulai dari Samudera Pasifik, Meksiko, Samudera Atlantik, Eropa, Timur Tengah, Samudera Hindia lalu naik lagi di atas 150 km di selatan Australia. LAPAN memperkirakan UARS tidak melewati Indonesia hingga pukul 15.17 WIB.
Di waktu tersebut, ketinggian UARS sudah mencapai sekitar 54 km. Diperkirakan UARS sudah jatuh sebelum melewati Indonesia. "Kesimpulan sementara: Indonesia aman dari kejatuhan UARS," demikian LAPAN mengumumkan.
(vit/nrl)
source :detik.com
0 comments:
Post a Comment